Selasa, 03 Januari 2012

PERJALANAN HIDUP SANG BAPAK PENERBANG

Di Jalan Kemuning No. 26 Salatiga, tinggallah sepasang suami istri, yaitu Roewidodarmo dan isteri tercintanya Latifatun.
Pada tahun 1913 Roewidodarmo muda diangkat menjadi guru di Kota Salatiga, setelah menamatkan pendidikannya di Semarang. Setahun kemudian menikah dengan Raden Nganten Latifatun.Sifat dan kepribadian Roewidodarmo yang tenang, tekun, dan selalu ingin maju, ternyata menurun kepada putera-puteranya di kemudian hari.
 

Ketekunannya itu nampak jelas tatkala sedang mengikuti ujian akhir untuk mendapatkan akte Bahasa Belanda di Semarang tahun 1916. Di saat itulah putra pertamanya lahir, yang kemudian terkenal dalam perjuangan kemerdekaan bangsa. Dia tidak lain adalah Adisutjipto, yang mempunyai arti “cita-cita yang luhur”. Keluarga Roewidodarmo nampak cukup berbahagia. Baliau dianugerahi lima orang putera. Seperti pandawa lima saja layaknya, karena terdiri dari laki-laki semua. Setelah Adisutjipto lahir, anak kedua adalah J. Soegondho yang telah menjadi dokter, kemudian Ignatius Adisuyoso yang kini bertugas sebagai karyawan bank. Putera keempat bernama A. Daryono pernah menjadi anak didik Adisutjipto sendiri, bekerja pada Mandala Airlines. Sedang si bungsu J. Soedewo juga bekas penerbang, bertugas pada Direktorat Perhubungan Udara.
 

Lebih jauh tentang riwayat hidup dan perjuangan Agustinus Adisutjipto, ia dilahirkan pada tanggal 3 Juli 1916 di Kota Salatiga, Jawa Tengah. Pendidikan pertama dialami di Sekolah Dasar Belanda, yaitu di HIS Katholik Muntilan. Ayahnya berharap di samping mendapatkan pendidikan umum, juga pendidikan keagamaan. Dari pendapat ini dapat disimpulkan bahwa Pak Roewidodarmo tidak hanya mementingkan soal kecerdasan pendidikan umum saja, tetapi segi kerohanian juga tidak diabaikan.







Bapak Penerbang Republik Indonesia



Ketika melanjutkan ke tingkat SMP (waktu itu bernama MULO), Adisutjipto satu kelas dan satu asrama dengan adiknya J. Soegondho. Sebab waktu di Sekolah Dasar, Soegondho duduk di Europese Lagere School, tanpa memasuki kelas pendahuluan.
 

Pada saat itu untuk memasuki MULO saja, bagi anak-anak Indonesia dari golongan awam betapa sulitnya. Kedua kakak beradik ini memasuki MULO St. Louis di Ambarawa, yang mengharuskan murid-muridnya tinggal di asrama. Di sana kebanyakan muridnya adalah anak-anak Belanda, Indo dan juga Cina. Adapun anak-anak pribumi hanya kurang lebih sepuluh orang saja.
 

Tentang putera sulungnya ini, Roewido menjelaskan, bahwa sejak kecil Adisutjipto memang cerdas, tekun dan tubuhnya atletis. Lebih-lebih ketika sudah di MULO kepandaiannya menonjol sekali. Oleh karena itu Direktur sekolah menganjurkan kepada Roewido agar kedua puteranya meneruskan pelajarannya ke sekolah kedokteran. Karena waktu itu untuk masuk sekolah kedokteran dari MULO diperbolehkan. Tetapi setelah tamat MULO Adisutjipto sendiri menolak, sehingga ayahnya memasukkan ke AMS (kini SMA) di Semarang. Sedangkan adiknya meneruskan ke Nederlandsch Indisch Artsen School.
 

Kegemaran Adisutjipto sejak kecil di bidang olah raga adalah mendaki gunung, main sepak bola dan catur. Dalam permainan catur ini, sekali peristiwa ia pernah mengalahkan jago catur dari Salatiga.

SUMBER :  202.158.39.213 › DirektoriKODIKAULANUD ADI S.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar